6 Oktober 2025
Sepekan terakhir IHSG mengalami penguatan sebesar 0,23% didorong oleh sektor kebutuhan pokok dan sektor teknologi yang masing-masing menyumbang 5,88% dan 4,97% terhadap indeks. Namun investor asing malah melakukan aksi jual sebesar Rp3,17 triliun dalam sepekan terakhir.
Indonesia merilis data inflasi tahunan yang lebih tinggi dari perkiraan, mencapai level tertinggi sejak Mei 2024, didorong oleh kenaikan harga pangan. Meski demikian, inflasi ini masih berada dalam kisaran target Bank Indonesia (BI). Di sisi lain, surplus neraca perdagangan melebar ke level tertinggi sejak Oktober 2022, seiring dengan kenaikan ekspor dan penurunan impor.
Minggu ini, rupiah kembali menguat setelah sempat melemah tajam minggu sebelumnya. Kurs ditutup di kisaran Rp16.540,- per USD, dengan tekanan sebelumnya disebabkan oleh tingginya suku bunga deposito valas di bank BUMN yang sempat meningkatkan permintaan dolar di dalam negeri. Namun, klarifikasi bahwa kebijakan tersebut bukan instruksi pemerintah langsung membuat sentimen berangsur membaik.
Investor asing masih berhati-hati, terutama dengan arus keluar dari saham-saham berkapitalisasi besar seperti perbankan, yang menekan harga. Namun, sejumlah saham dengan fundamental kuat kini berada di level jenuh jual, membuka peluang taktis bagi investor. Dari sisi obligasi, imbal hasil (yield) jangka pendek terus turun, dengan IndoGB 2 tahun kembali di bawah 5% (4,96%), sementara 10 tahun tetap relatif tinggi di 6,32%.
Dengan ekspektasi adanya satu kali pemangkasan suku bunga lagi tahun ini, obligasi jangka pendek masih cukup menarik. Namun, memasuki tahun depan, yield tenor panjang berpotensi ikut turun, mengingat kebijakan fiskal yang lebih efisien dan rencana penerbitan surat utang yang terbatas. Karena itu, investor dapat mempertimbangkan menambah durasi portofolio obligasi untuk memaksimalkan potensi imbal hasil jangka menengah.
Data lowongan pekerjaan (JOLTS) AS minggu ini menunjukkan hasil sesuai dengan ekspektasi pasar, dengan peningkatan di sektor kesehatan, bantuan sosial, serta rekreasi dan perhotelan. Sementara itu, indeks manufaktur PMI mengalami perbaikan tipis dan sedikit di atas perkiraan konsensus, namun tetap berada di zona kontraksi selama tujuh bulan berturut-turut.
Perhatian pasar minggu ini tertuju pada shutdown pemerintahan AS yang terjadi pada 1 Oktober, setelah Kongres gagal mencapai kesepakatan pendanaan pemerintah. Dampaknya, beberapa layanan publik non-esensial terhenti, dan rilis data ekonomi resmi pun tertunda. Negosiasi masih berlangsung antara Partai Republik dan Demokrat, tetapi keduanya tetap berpegang pada posisi masing-masing, sehingga kebuntuan bisa berlanjut hingga pekan depan.
Secara historis, shutdown pemerintahan biasanya berdampak pada penurunan sekitar 0,1% PDB per minggu serta potensi PHK permanen pada sejumlah pegawai pemerintah. Sebagai perbandingan, shutdown tahun 2018–2019 menyebabkan kerugian sekitar USD5 miliar dan berlangsung rata-rata selama 8 hari. Meskipun dampak ekonomi langsungnya relatif terbatas, kekhawatiran terbesar pasar adalah terhambatnya data ekonomi yang dibutuhkan oleh The Fed untuk menentukan langkah kebijakan pada pertemuan FOMC mendatang. Saat ini, pasar berjangka masih memperkirakan dua kali pemangkasan suku bunga lagi tahun ini, masing-masing pada Oktober dan Desember.
PMI manufaktur resmi (NBS) Tiongkok kembali menunjukkan kontraksi selama enam bulan berturut-turut, meskipun hasilnya sedikit lebih baik dari ekspektasi pasar. Hal ini menandakan bahwa aktivitas industri masih lesu, namun ada indikasi awal dari stabilisasi di sektor manufaktur. Langkah-langkah kebijakan moneter dan fiskal yang diambil sebelumnya oleh otoritas Tiongkok diharapkan dapat memperkuat permintaan domestik di kuartal berikutnya.
Jepang mencatat tingkat kepercayaan konsumen dan bisnis tertinggi sepanjang tahun ini, seiring berkurangnya kekhawatiran terhadap dampak kesepakatan dagang dengan AS. Optimisme ini menandakan peningkatan pandangan terhadap stabilitas ekonomi Jepang, meskipun tekanan dari faktor eksternal seperti tarif perdagangan AS masih perlu diwaspadai.
Sumber : Refinitiv
Data Makro
Data Makro | Sekarang | Sebelumnya |
---|---|---|
PDB ID | 5,12% | 4,87% |
Inflasi ID | 2,31% | 2,37% |
Suku Bunga ID | 4,75% | 5% |
Pengangguran ID | 4,76% | 4,91% |
Neraca Dagang ID | $4,11 Bio | $4,3Bio |
Kalender Ekonomi
Minggu Ini | |||
---|---|---|---|
Tanggal | Indikator Ekonomi | Data Konsensus | Data Sebelumnya |
8 Okt | ID – Consumer Confidence | 120 | 117,2 |
9 Okt | US – Initial Jobless Claim | 235k |
- |
Minggu Sebelumnya |
||||
---|---|---|---|---|
Tanggal |
Indikator Ekonomi |
Data Aktual |
Data Konsensus |
Data Sebelumnya |
30 Sep | CN – NBS Manufacturing PMI | 49,8 | 49,6 | 49,4 |
CN – RatingDog Manufacturing PMI | 51,2 | 50,3 | 50,5 | |
1 Okt | ID - Trade Balance | $5,49 Bio | $3,9 Bio | $4,18 Bio |
ID – Inflation Rate m/m | 0,21% | -0,1% | -0,08% | |
ID – Inflation Rate y/y | 2,65% | 2,3% | 2,31% | |
ID – Core Inflation Rate y/y | 2,19% | 2,22% | 2,17% | |
US – ISM Manufacturing PMI | 49,1 | 49,2 | 48,7 | |
2 Okt | US – Initial Jobless Claim | - | 220k | 218k% |
EU – Unemployment Rate | 6,3% | 6,2% | 6,2% | |
3 Okt | US - Non-Farm Payrolls | - | 39k | 22k |
US – Unemployment Rate | - | 4,3% | 4,3% |
Produk Fokus
PROFIL RISIKO | ASSET CLASS | PRODUK INVESTASI | KINERJA* | ||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
DENOMINASI USD | 1 tahun | 1 bulan | 3 bulan | 6 bulan | YTD | ||
Low To Medium | Fixed Income | Ashmore Dana USD Nusantara | 0,81% | 0,65% | 3,50% | 2,46% | -2,03% |
Fixed Income | BNP Paribas Prima USD Kelas RK1 | 0,43% | 1,42% | 4,22% | 5,70% | 2,27% | |
Fixed Income | BRI Melati Premium Dollar | 0,76% | 2,00% | 5,28% | 6,35% | 0,97% | |
Fixed Income | Eastspring Syariah Fixed Income USD – Kelas A | -0,86% | -0,41% | 0,23% | 1,69% | -1,13% | |
Fixed Income | Schroder USD Bond | 0,51% | 1,49% | 4,07% | 5,90% | 2,99% | |
Medium to High | Develop Market Equity | Allianz High Dividend Global Sharia Equity Dollar | 2,79% | 6,28% | 13,01% | 6,74% | 4,06% |
Technology Equity | Batavia Technology Sharia Equity | 4,40% | 7,06% | 25,07% | 9,08% | 12,87% | |
China Equity | BNP Paribas Greater China Equity Syariah USD RK1 | 8,21% | 17,05% | 18,62% | 30,31% | 27,87% | |
Develop Market Equity | Schroder Global Sharia Equity | 1,89% | 7,36% | 13,02% | 7,95% | 5,62% | |
China Equity | Eastspring Syariah Greater China Equity USD A | 7,35% | 15,62% | 17,67% | 22,06% | 16,72% |
Produk Fokus
PROFIL RISIKO | ASSET CLASS | PRODUK INVESTASI | KINERJA* | ||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
DENOMINASI RUPIAH | 1 tahun | 1 bulan | 3 bulan | 6 bulan | YTD | ||
Low To Medium | Fixed Income | Ashmore Dana Obligasi Unggulan Nusantara | 0,75% | 2,40% | 3,82% | 4,63% | 1,87% |
Fixed Income | Batavia Dana Obligasi Ultima | 0,42% | 1,65% | 3,12% | 3,70% | 1,78% | |
Fixed Income | BNP Paribas Prima II Kelas RK1 | 0,57% | 2,66% | 5,70% | 6,95% | 5,44% | |
Fixed Income | Maybank Dana Obligasi Negara | 0,03% | 1,48% | 3,25% | 3,23% | -0,12% | |
Fixed Income | Manulife Obligasi Unggulan Kelas A | 0,29% | 1,21% | 2,18% | 2,24% | -0,03% | |
Medium To High | Index Fund | Allianz SRI-KEHATI Index | -0,25% | 4,82% | 11,28% | 1,56% | -10,76% |
All Cap Equity | Batavia Dana Saham Optimal | 0,01% | 4,77% | 10,22% | -4,28% | -12,72% | |
Big Cap Equity | BNP Paribas Pesona Syariah | 0,96% | 6,38% | 19,31% | 3,36% | -5,47% | |
SMC | BRI Mawar Fokus 10 | 3,83% | 11,54% | 28,38% | 6,35% | -6,47% | |
All Cap Equity | Eastspring IDX ESG Leaders Plus Kelas A | -2,95% | 2,36% | 4,91% | -0,05% | -12,94% | |
Big Cap Equity | Maybank Dana Ekuitas | 0,66% | 1,35% | 5,49% | -10,11% | -18,59% | |
SMC | Schroder Dana Istimewa | 5,35% | 14,59% | 24,36% | 6,74% | -5,69% | |
Index | Index Harga Saham Gabungan | 3,74% | 17,77% | 24,77% | 14,74% | 5,54% |
*= NAV 29 September 2025
Informasi yang tercantum di atas diperoleh dari sumber-sumber yang dapat diandalkan, namun demikian PT Bank Maybank Indonesia Tbk. (untuk selanjutnya disebut “Bank”) tidak melakukan verifikasi secara tersendiri. Informasi-informasi ini seharusnya hanya digunakan sebagai alternatif sumber informasi dan bukan sebagai rekomendasi atau saran untuk pembelian efek, komoditas, atau produk investasi lainnya, atau untuk melakukan perjanjian investasi dan atau valuta asing. Bank tidak bertanggung jawab dan tidak menjamin isi, keakuratan, ataupun kelengkapan informasi maupun waktu atau menyatakan bahwa informasi ini dapat diandalkan dengan alasan apapun. Kinerja di masa lampau bukanlah merupakan cerminan kinerja yang akan datang. Siapapun yang berencana untuk berinvestasi harus mempertimbangkan investasi yang cocok dengan memperhatikan tujuan investasi tertentu, profil risiko, dan berkonsultasi dengan konsultan keuangan yang profesional. Investor harus menyadari bahwa merupakan tanggung jawab pribadinya untuk memperoleh pendapat hukum dan atau pendapat pajak terlebih dahulu mengenai konsekuensi hukum dan pajak atas transaksi investasinya. Dokumen ini hanya diperuntukkan untuk kalangan terbatas dan tidak untuk disebarluaskan, sedangkan informasi dan atau pandangan yang tertera dalam dokumen ini merupakan penilaian Bank semata untuk saat ini dimana hal tersebut dapat berubah sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.
PT Bank Maybank Indonesia Tbk adalah Agen Penjual Efek Reksa Dana. Reksa Dana adalah produk pasar modal yang dikelola oleh Manajer Investasi dan bukan merupakan produk Bank, sehingga tidak dijamin oleh Bank serta tidak termasuk dalam cakupan obyek program penjaminan simpanan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan. Bank tidak bertanggung jawab atas kinerja maupun segala tuntutan serta risiko atas pengelolaan Reksa Dana.
PT Bank Maybank Indonesia Tbk berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) & Bank Indonesia.