17 Maret 2025

Domestik

Sepekan terakhir IHSG mengalami pelemahan sebesar 1,81% didorong oleh sektor kebutuhan pokok dan sektor kesehatan yang masing-masing menyumbang -6,49% dan -3,99% terhadap indeks. Perlu diwaspadai juga dikarenakan Investor asing masih melakukan aksi jual sebesar Rp2,39 triliun dalam sepekan terakhir.

Indonesia mencatat inflasi utama negatif untuk pertama kalinya sejak Maret 2000, yang sebagian besar disebabkan oleh tarif diskon listrik. Namun, inflasi inti justru meningkat ke level tertinggi dalam 20 bulan, mencapai 2,48%, yang menunjukkan bahwa tekanan inflasi masih ada.

Penjualan ritel di Januari tumbuh dengan laju paling lambat dalam sembilan bulan terakhir, meskipun masih dalam tren ekspansi yang telah berlangsung selama sembilan bulan berturut-turut. Penjualan suku cadang otomotif mencatat pertumbuhan tertinggi, tetapi secara keseluruhan, kepercayaan konsumen menunjukkan penurunan untuk bulan kedua berturut-turut, meskipun masih berada di level historis yang tinggi.

Di pasar keuangan, Investor asing masih menunjukkan sikap hati-hati, dengan aliran dana keluar dari pasar saham Indonesia mencapai $1,45 miliar sepanjang tahun ini. Namun, dibandingkan dengan negara-negara Asia lainnya seperti India (-$15,83 miliar), Jepang (-$14,11 miliar), dan Taiwan (-$13,71 miliar), Indonesia masih lebih stabil. Sementara itu, China menjadi satu-satunya negara di Asia yang mengalami arus masuk modal asing sebesar $9,65 miliar.

Pasar saham Indonesia masih bergerak volatil di tengah ketidakpastian global. Secara historis, valuasi saat ini berada di bawah -1 standar deviasi dari rata-rata 20 tahun terakhir, yang sering kali menjadi titik balik bagi pasar untuk mulai reli. Beberapa contoh di masa lalu menunjukkan bahwa setelah mencapai titik terendah ini, IHSG mencatat kenaikan rata-rata sebesar 32,5% dalam satu tahun ke depan, meskipun pertumbuhan laba perusahaan saat itu negatif. Dengan suku bunga global yang cenderung turun dan likuiditas yang mulai membaik, peluang pemulihan jangka panjang tetap terbuka.

Dari sisi obligasi, imbal hasil terus menurun dengan jumlah penerbitan surat utang yang masih terbatas. Dengan defisit fiskal yang ditargetkan sekitar 2,5% dari PDB, Indonesia tetap dalam posisi fiskal yang relatif kuat. Ini memperkuat pandangan positif terhadap obligasi pemerintah, terutama untuk tenor yang lebih panjang.

Amerika

Inflasi di Amerika Serikat lebih rendah dari perkiraan untuk CPI tahunan, CPI inti tahunan, serta PPI bulanan. Meskipun ini bertolak belakang dengan lonjakan inflasi yang terjadi pada Januari, ketidakpastian masih membayangi tekanan harga. Dengan data ini, ekspektasi pemotongan suku bunga meningkat, dan pasar kini memperkirakan hingga tiga kali pemotongan suku bunga hingga akhir tahun. Namun, kebijakan pengurangan belanja yang agresif menimbulkan kembali kekhawatiran akan potensi resesi.

Di sisi perdagangan, defisit neraca dagang AS mencapai rekor tertinggi karena lonjakan impor sebelum kebijakan tarif baru diterapkan. Pemerintahan Trump semakin gencar menggunakan tarif sebagai alat untuk menyeimbangkan perdagangan. Tarif 25% terhadap Kanada dan Meksiko mulai berlaku, sementara tarif impor dari China juga meningkat menjadi 20%. China merespons dengan tarif balasan senilai $36 miliar, meskipun skala ini masih jauh lebih kecil dibandingkan tarif AS terhadap China yang mencapai $463 miliar. Uni Eropa juga ikut terkena dampak dengan retaliasi terhadap tarif logam yang diterapkan AS, memicu potensi eskalasi lebih lanjut dalam hubungan dagang global.

Sementara itu, pasar saham AS mengalami gejolak dengan koreksi signifikan pada S&P 500 yang turun lebih dari 10% dari puncaknya di Februari 2025. Kemenangan Trump pada pemilu awalnya memberikan dorongan positif ke pasar, tetapi ketidakpastian seputar kebijakan tarif dan pemotongan belanja mengubah sentimen. Investor masih menunggu arah kebijakan yang lebih jelas sebelum mengambil posisi agresif di pasar.

Asia Pasifik

China menghadapi tekanan deflasi baik pada harga konsumen maupun produsen. Harga konsumen mengalami penurunan untuk pertama kalinya sejak Januari 2024, dipengaruhi oleh berkurangnya permintaan musiman pasca Tahun Baru Imlek. Harga pangan menjadi faktor utama, dengan harga sayuran segar dan daging babi turun signifikan. Di sisi lain, harga produsen terus mengalami kontraksi meskipun dengan laju yang lebih lambat.

Namun, sentimen pasar membaik setelah pertemuan Kongres Rakyat Nasional (NPC), di mana target pertumbuhan ekonomi tahun 2025 ditetapkan sebesar 5%, lebih tinggi dari ekspektasi sebelumnya. Pemerintah juga meningkatkan belanja fiskal dari 3% menjadi 4% dari PDB, dengan fokus utama pada peningkatan permintaan domestik melalui investasi dan program stimulus. Selain itu, sektor teknologi terus menjadi motor utama pertumbuhan China, dengan optimisme investor terhadap perkembangan AI yang semakin berkembang, seperti model AI terbaru dari Alibaba yang diklaim memiliki kemampuan sebanding dengan DeepSeek.

Di Jepang, kepercayaan konsumen mengalami penurunan dengan sentimen ekonomi yang melemah. Hal ini menunjukkan adanya ketidakpastian di antara rumah tangga terkait prospek pertumbuhan ekonomi ke depan.

Sumber : Refinitiv

Data Makro

Data Makro Sekarang Sebelumnya
PDB ID 5,03% 5,05%
Inflasi ID -0,09% 0,76%
Suku Bunga ID 5,75% 5,75%
Pengangguran ID 4,82% 5,32%
Neraca Dagang ID $3,45BIo $2,24 Bio

 

Kalender Ekonomi

Minggu Ini
Tanggal Indikator Ekonomi Data Konsensus Data Sebelumnya
17 Maret  ID - Trade Balance $2.45 Bio $3,45 Bio
 US - Retail Sales m/m 0,5% 0,7%
 US - Retail Sales y/y 3,5% 4,2%
19 Maret ID – Interest Rate 5,75% 5,75%
JP – Interest Rate 0,5% 0,5%
20 Maret  US - Interest Rate 4,5% 4,5%
 CN - Interest Rate 3,6% 3,6%
 US - Current Account -$325 Bio -310,9 Bio
21 Maret  JP - Inflation m/m 0,2% 0,5%
 JP - Inflation y/y 4,2% 4%
 JP - Core Inflation y/y 2,9% 3,2%

 

Minggu Sebelumnya
Tanggal Indikator Ekonomi Data Aktual Data Konsensus Data Sebelumnya
12 Maret US – Inflation Rate m/m 0,2% 0,3% 0,5%
US – Inflation Rate y/y 2,8% 2,9% 3%
US – Core Inflation m/m 0,2% 0,3% 0,4%
US – Core Inflation y/y 3,1% 3,2% 3,3%
13 Maret US – Initial Jobless Claim 220k 225k 221k

 

Produk Fokus

PROFIL RISIKO ASSET CLASS PRODUK INVESTASI KINERJA*
DENOMINASI USD 1 tahun 1 bulan 3 bulan 6 bulan YTD
Low To Medium Fixed Income Ashmore Dana USD Nusantara 2,17% -1,68% -3,79% -0,08% 0,14%
Fixed Income BNP Paribas Prima USD Kelas RK1 1,72% 0,83% -0,80% 2,02% 3,95%
Fixed Income BRI Melati Premium Dollar 2,20% 0,28% -2,30% 2,40% 2,14%
Fixed Income Eastspring Syariah Fixed Income USD – Kelas A 1,12% 0,85% -0,92% 1,53% 2,71%
Fixed Income Schroder USD Bond 1,22% 1,18% -0,28% 1,88% 3,82%
Medium to High Develop Market Equity Allianz High Dividend Global Sharia Equity Dollar -1,83% -3,33% -3,88% -2,79% 2,30%
Technology Equity Batavia Technology Sharia Equity -7,35% -3,84% 0,56% -3,71% 4,41%
China Equity BNP Paribas Greater China Equity Syariah USD RK1 10,64% 15,13% 28,44% 12,87% 26,77%
Develop Market Equity Schroder Global Sharia Equity 8,40% 11,46% 17,39% 8,75% 10,44%
China Equity Eastspring Syariah Greater China Equity USD A -2,66% -0,44% -1,15% -0,02% 8,05%

 

Produk Fokus

PROFIL RISIKO ASSET CLASS PRODUK INVESTASI KINERJA*
DENOMINASI RUPIAH 1 tahun 1 bulan 3 bulan 6 bulan YTD
Low To Medium Fixed Income Ashmore Dana Obligasi Unggulan Nusantara 1,19% -0,59% -1,82% -0,77% -2,13%
Fixed Income Batavia Dana Obligasi Ultima 0,51% 0,44% -0,70% 1,16% -0,57%
Fixed Income BNP Paribas Prima II Kelas RK1 0,58% 0,56% -0,01% 0,90% -0,09%
Fixed Income Maybank Obligasi Syariah Negara 1,33% 1,83% 1,53% 1,89% 3,59%
Fixed Income Schroder Dana Mantap Plus II 0,78% 0,62% -1,33% 0,99% -1,07%
Medium To High All Cap Equity Allianz SRI-KEHATI Index -10,55% -14,69% -20,74% -10,70% -24,70%
SMC Batavia Dana Saham Optimal -8,88% -12,19% -15,32% -10,87% -15,84%
Big Cap Equity BNP Paribas Pesona Syariah -7,06% -11,76% -14,98% -10,24% -10,31%
All Cap Equity Eastspring Investment Alpha Navigator Kelas A -10,71% -15,17% -18,00% -12,62% -17,22%
Index Fund Equity Maybank Financial Infobank15 Index -12,84% -17,55% -23,44% -11,26% -24,21%
All Cap Equity Schroder Dana Prestasi -10,19% -14,24% -18,61% -11,74% -19,18%
Index Index Harga Saham Gabungan -9,50% -10,49% -14,64% -8,40% -10,98%

*= NAV 27 Februari 2025

Disclaimer

Informasi yang tercantum di atas diperoleh dari sumber-sumber yang dapat diandalkan, namun demikian PT Bank Maybank Indonesia Tbk. (untuk selanjutnya disebut “Bank”) tidak melakukan verifikasi secara tersendiri. Informasi-informasi ini seharusnya hanya digunakan sebagai alternatif sumber informasi dan bukan sebagai rekomendasi atau saran untuk pembelian efek, komoditas, atau produk investasi lainnya, atau untuk melakukan perjanjian investasi dan atau valuta asing. Bank tidak bertanggung jawab dan tidak menjamin isi, keakuratan, ataupun kelengkapan informasi maupun waktu atau menyatakan bahwa informasi ini dapat diandalkan dengan alasan apapun. Kinerja di masa lampau bukanlah merupakan cerminan kinerja yang akan datang. Siapapun yang berencana untuk berinvestasi harus mempertimbangkan investasi yang cocok dengan memperhatikan tujuan investasi tertentu, profil risiko, dan berkonsultasi dengan konsultan keuangan yang profesional. Investor harus menyadari bahwa merupakan tanggung jawab pribadinya untuk memperoleh pendapat hukum dan atau pendapat pajak terlebih dahulu mengenai konsekuensi hukum dan pajak atas transaksi investasinya. Dokumen ini hanya diperuntukkan untuk kalangan terbatas dan tidak untuk disebarluaskan, sedangkan informasi dan atau pandangan yang tertera dalam dokumen ini merupakan penilaian Bank semata untuk saat ini dimana hal tersebut dapat berubah sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.

PT Bank Maybank Indonesia Tbk adalah Agen Penjual Efek Reksa Dana. Reksa Dana adalah produk pasar modal yang dikelola oleh Manajer Investasi dan bukan merupakan produk Bank, sehingga tidak dijamin oleh Bank serta tidak termasuk dalam cakupan obyek program penjaminan simpanan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan. Bank tidak bertanggung jawab atas kinerja maupun segala tuntutan serta risiko atas pengelolaan Reksa Dana.

PT Bank Maybank Indonesia Tbk berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) & Bank Indonesia.